Kabartambang.com – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendorong kolaborasi di tingkat kawasan ASEAN. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Laode Sulaeman, mewakili Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dalam forum Singapore International Energy Week (SIEW) 2025 Summit di Singapura, Selasa (27/10/2025).
Dalam pidatonya, Laode menyampaikan bahwa arah kebijakan energi Indonesia berlandaskan visi Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita, yang menempatkan ketahanan energi dan pengembangan industri hilir sebagai pilar utama transformasi ekonomi nasional.
“Tantangan global seperti ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, dan percepatan perubahan iklim menegaskan pentingnya ketahanan energi sebagai fondasi kemandirian nasional dan pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Laode.
Lebih lanjut, Laode menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia terus meningkatkan produksi migas nasional melalui penerapan teknologi bersih, kerja sama eksplorasi, dan efisiensi operasi. Hingga September 2025, produksi minyak Indonesia mencapai sekitar 605 ribu barel per hari, sementara produksi gas bumi berada di kisaran 6,8 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). Pemerintah menargetkan peningkatan produksi gas hingga 12 BSCFD pada tahun 2030.
Untuk mendukung target tersebut, Indonesia telah menyiapkan program eksplorasi komprehensif dengan menawarkan 75 wilayah kerja migas baru pada periode 2025–2027. Selain itu, pemerintah memperkuat infrastruktur energi domestik, termasuk pembangunan pipa gas Cirebon–Semarang dan Dumai–Sei Mangke, serta pengembangan unit regasifikasi terapung (Floating Regasification Unit) guna memperluas konektivitas dan menekan biaya logistik.
Sejalan dengan upaya peningkatan produksi, Indonesia juga mempercepat transisi menuju energi bersih. Kapasitas terpasang energi terbarukan nasional telah mencapai 15 gigawatt (GW), dari total potensi sebesar 3.600 GW. Pemerintah menargetkan porsi energi terbarukan dalam bauran nasional naik menjadi 36–40 persen pada tahun 2040.
Dalam konteks regional, Laode menekankan pentingnya kolaborasi antarnegara ASEAN untuk memperkuat ketahanan energi bersama melalui inisiatif ASEAN Power Grid dan Trans-ASEAN Gas Pipeline. Kedua proyek ini diharapkan dapat memperkuat konektivitas lintas batas, efisiensi energi, serta memperkuat ketahanan sistem energi kawasan.
“Masa depan ketahanan energi ASEAN bergantung pada kemampuan kita untuk terkoneksi, berkolaborasi, dan berinovasi. Inisiatif lintas batas bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi simbol kepercayaan dan solidaritas antarnegara,” tegas Laode.
Ia menambahkan, kerja sama lintas batas ini juga akan memperkuat posisi ASEAN sebagai kawasan yang tangguh dan mandiri dalam menghadapi ketidakpastian global. Melalui sinergi antara pemerintah, industri, akademisi, serta lembaga internasional seperti International Energy Agency (IEA) dan International Renewable Energy Agency (IRENA), Indonesia berkomitmen untuk membangun sistem energi yang berkelanjutan, aman, dan inklusif bagi masa depan kawasan. ***












